twitter
rss

PENGANTAR
Pada era globalisasi saat ini, dimana hambatan-hambatan perekonomian semakin pudar, peralihan arus dana dari pihak yang surplus kepada yang defisit akan semakin cepat dan tanpa hambatan. Pasar Modal sebagai pintu investasi terhadap aliran dana dari pihak yang kelebihan kekayaan (surplus) kepada pihak yang kekurangan dana (defisit) berperan sebagai lembaga perantara keuangan. Investor disini adalah pihak yang surplus dalam kaitannya dengan keuangan.
Siapakah pihak-pihak surplus ini? Dalam kaitannya dalam investasi dan sumber dana yang digunakannya, investor dapat dibagi. Pertama, adalah investor domestik yaitu adalah investor yang berasal dari dalam negeri yang menyusun portofolio asetnya di pasar modal dalam negeri. Kedua adalah investor asing, yaitu investor yang memiliki sejumlah dana dari luar negeri yang menyusun portofolio asetnya pada sejumlah negara yang berbeda.
Investasi asing yang datang ke negara-negara lain sebenarnya memiliki motif klasik yang meliputi, motif mencari bahan mentah atau sumber daya alam, mencari pasar baru dan meminimalkan biaya. Dari motif klasik tersebut kadangkala investor memiliki motif lain yaitu motif mengembangkan teknologi. Investor menyalurkan dananya ke negara lain biasanya tidak hanya membawa satu motif saja tetapi bisa karena beberapa motif sekaligus.

Paling tidak ada empat cara investor dapat masuk ke suatu negara: distressed asset investment, strategic investment, direct investment dan portfolio investment. Distressed asset investment adalah investasi yang dilakukan untuk mendapatkan kepemilikan atau membeli hutang suatu perusahaan dalam kesulitan keuangan. Kedua, strategic investment secara umum investor asing mengakuisisi perusahaan yang memiliki pangsa pasar cukup luas dan berada dalam segmen bisnis serta faktor lokasi yang mendukung strategi ekspansi perusahaan investor. Ketiga yakni investasi langsung (direct investment) biasanya berlangsung pada sektor yang belum begitu berkembang, misalnya pembangunan yang sarat teknologi atau pembangunan di sektor otomotif, biasanya perusahaan. Keempat adalah portofolio investment yaitu investasi dalam surat hutang dan saham di pasar modal.
Portofolio investment inilah yang selama ini menjadi perhatian banyak praktisi di bidang pasar modal. Mengapa demikian? Karena jenis investor ini merupakan yang paling cepat memindahkan eksposurnya di suatu negara jika terjadi gejolak (politik, ekonomi, kurs) yang diintrepretasikan sebagai ketidakpastian. Mereka juga adalah investor yang memiliki pilihan paling luas dibanding ke tiga jenis investor di atas. Sehingga jika ada kejadian tertentu baik secara makro, sekoral ataupun regulasi pemerintah, maka investor ini adalah yang lebih rentan dan sensitif terhadap refleksi atas informasi tersebut. Besarnya nilai investasi asing yang masuk atau keluar, praktis juga akan mempengaruhi pasar secara keseluruhan akibat adanya volume transaksi yang besar.
Peranan modal asing dalam pembangunan negara telah lama diperbincangkan oleh para ahli ekonomi pembangunan. Secara garis besar menurut Chereney dan Carter yaitu pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh emerging country sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perubahan struktur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural. Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi (meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif).
EMERGING MARKET IN EMERGING COUNTRY
Indonesia sempat mengalami kehancuran ekonomi yang selama ini telah dibangun melalui sendi-sendi kebijakan orde baru mulai merangkak kembali menyusun fondasi perekonomiannya. International Financial Corporation (IFC) mengkaitkan klasifikasi bursa saham dengan klasifikasi negara. Jika negara tersebut masih tergolong sebagai negara berkembang, maka pasar di negara tersebut juga dalam tahap berkembang, meskipun bursa sahamnya berfungsi penuh dan diatur secara baik.
Pasar modal berkembang dapat diidentifikasi melalui suatu negara, apakah negara tersebut merupakan negara maju atau tergolong negara berkembang. Indikatornya adalah pendapatan perkapita dari suatu negara, biasanya yang termasuk dalam negara berpenghasilan rendah sampai menengah. Namun karakteristik yang paling mencolok adalah dilihat nilai kapitalisasi pasarnya yaitu banyaknya perusahaan yang tercatat, kumulatif volume perdagangan, keketatan peraturan pasar modal, hingga kecanggihan dan kultur investor domestiknya.
Konsekuensi pasar modal berkembang adalah nilai kapitalisasi pasarnya yang kecil. Ukuran suatu kapitalisasi pasar biasanya dilihat dari rasio perbandingan dengan nilai produk domestik bruto suatu negara. Selain itu konsekuensi lainnya adalah terdapatnya volume transaksi perdagangan yang tipis (thin trading) yang disebabkan oleh ketidaksingkronan perdagangan (non-syncronous trading) di pasar. Perdagangan yang tidak singkron disebabkan oleh banyaknya sekuritas yang teracatat tidak seluruhnya diperdagangkan, artinya terdapat beberapa waktu tertentu dimana suatu sekuritas tidak terjadi transaksi (Hartono, 2003).
Indonesia yang sampai saat ini masih tercatat di IFC masih sebagai negara berkembang dengan iklim investasi terburuk di regional Asia Timur. Walaupun dengan catatan seperti itu, pada kenyataannya kita masih dilirik oleh investor asing. Kenyataannya bahwa terdapat perusahaan-perusahaan nasional dengan notabene berada di sektor strategis negara, ditawar oleh beberapa institusi asing melalui akuisisi saham. Terdapatnya aliran dana masuk sebagai investasi yang pada umumnya merupakan penanaman modal asing seharusnya bisa menjadi pendongkrak perekonomian secara makro.
Alasan utama investor asing memindahkan dananya ke negara berkembang adalah karena negara berkembang memiliki potensi-potensi usaha yang belum tergali seluruhnya, seperti pada motif klasik investasi ke negara lain. Michael Fairbanks dan Stace Lindsay konsultan senior pada Monitor Company mengemukakan tujuan investor asing datang ke negara-negara miskin yaitu biasanya hanya melihat kesempatan untuk menarik sumber daya alam , upah kerja murah dan sebagai sasaran produk atau jasa yang tidak berkualitas bagus.
Namun terdapat alasan lain yang mendampingi motif tersebut, yaitu perbedaan yang mencolok dengan negara maju. Jika kita gunakan pendekatan daur hidup usaha maka negara berkembang masuk dalam kategori bertumbuh (growth) dibanding negara maju yang masuk dalam kategori matang (mature). Artinya bahwa terdapat daya tarik dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang tentu saja disertai oleh return yang tinggi pula, karena pertumbuhan ekonomi merupakan indikator agregat dari industri di suatu negara. Misalnya bisnis telekomunikasi selular di Indonesia yang tergarap secara padat baru di Pulau Jawa saja, sedangkan di luar itu masih berpotensi tinggi untuk dijadikan pangsa pasar baru.
PERAN PEMERINTAH DAN INVESTOR DOMESTIK
DI PASAR MODAL BERKEMBANG

Mark Mobius praktisi dan ahli di industri investasi internasional mengemukakan bahwa dengan diperkenalkannya investor asing ke pasar tentu saja berfungsi sebagai katalis, yang mendorong investasi lokal. Modal asing yang masuk ke negara tertentu memungkinkan bisnis di negara tersebut untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat dibandingkan jika hanya memobilisasi sumber daya domestik.

Hanya saja arus uang yang berasal dari portofolio investment seringkali dikhawatirkan hanya aliran uang panas dari negara lain. Aliran dana yang sering dikenal sebagai capital fight ini dipandang oleh pemerintah sebagai investasi yang spekulatif, tidak dapat diandalkan dan cenderung sarat akan kegiatan ambil untung (profit taking) di pasar modal. Pada tahap selanjutnya dana seperti ini akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi domestik.

Permasalahannya yang selalu menjadi momok di pasar modal ini sebenarnya telah banyak disuarakan oleh para ekonom, praktisi dan regulatori dalam industri ini. Hanya saja kita hanya seperti mendengar suatu informasi yang masuk dari telinga kiri keluar dari telinga kanan. Permasalahannya adalah untuk membuat kualitas aliran dana investasi tersebut bukan kuantitas aliran dananya. Kualitas investasi adalah jumlah dana yang diinvestasikan secara jangka panjang yang digunakan untuk membangun sektor riil.


Secara sederhana adalah dengan menjaga suatu kestabilan ekonomi makro (misalnya inflasi terkendali, ekonomi bertumbuh, dsb), salah satu cara untuk mewujudkannya yaitu dengan menciptakan suatu sistem pasar yang adil dan kompetitif. Kompetitif dan adil artinya bahwa tidak ada pihak yang diuntungkan secara berlebih akibat adanya informasi yang bias dan sebaliknya. Sebagai contoh adanya pungutan liar yang marak di negara kita yang dilakukan oleh oknum yang terjaring dalam suatu sindikasi tertentu, dengan membayar pungutan tersebut misalnya, perusahaan diperlancar dalam pengurusan perijinan dibanding perusahaan yang tidak melakukan hal itu. Pungutan liar juga mengandung ketidakpastian harga yang tinggi karena tidak terdapat standar yang jelas dan dilakukan secara ilegal. Pungutan liar dapat dikategorikan sebagai biaya akibat beban risiko yang menyebabkan biaya produksi lebih tinggi.

Douglass North mengemukakan biaya transaksi banyak berhubungan dengan kinerja ekonomi keseluruhan, semakin rendah biaya transaksi maka suatu negara akan semakin mengalami pertumbuhan ekonomi yang dapat dipertahankan. Secara spesifik, Gayle P. W. Jackson dalam artikelnya yang berjudul Pemerintahan untuk Pasar Modern mengemukakan bahwa untuk mengurangi ketidakpastian akibat biaya transaksi dapat dilakukan dengan meliputi, sistem kepemilikan yang jelas, penggunakan standar, sumberdaya yang beraneka dan meningkat, regulator yang ketat, memiliki basis data dan menjamin kelancaran penyebaran informasi sehingga terjadi iklim yang kompetitif untuk mengurangi informasi yang asimetris.

Peran pemerintah sebagai fungsi regulator tidaklah cukup karena secanggih dan seketat apapun regulasi bila tidak dilakukan dengan kesadaran (awareness) yang tinggi pastinya akan berjalan setengah-setengah dan berikutnya setiap pelaku akan selalu mencari celah dari regulasi tersebut. Pemerintah layaknya juga harus dapat peran sebagai guarantor yang memberikan jaminan kepada investor baik domestik maupun asing. Jaminan kepastian ekonomi tidak lah cukup, pemerintah entah bagaimana caranya harus bisa memberikan kepastian hukum dan kepastian kondisi politik. Karena dua faktor tersebut juga berkaitan erat dengan faktor kultur sumber daya manusia.

Pernak-pernik utopis yang selama ini dijadikan kampanye secara besar-besaran oleh pemerintah seharusnya mulai benar-benar dijalankan. Harapannya adalah dapat terjadinya efek merembes kebawah (trickle down effect) yaitu dengan merubah kultur, tingkah laku dan perilaku pemerintah yang memberikan sokongan moral ke masyarakat. Tetapi hal ini tidak serta merta dapat berhasil dengan sendirinya, pemerintah juga harus bisa membimbing masyarakat untuk berani menjadi invetor domestik sehingga terjadi suatu gerakan dari bawah ke atas (bottom up).
Pasar modal seperti ini memiliki kecenderungan return tinggi tetapi tinggi pula risikonya. Momentum aliran dana asing selama ini yang menghiasi pasar modal Indonesia sebaiknya juga disambut dengan aliran dana domestik untuk dapat meningkatkan kapitalisasi pasar. Dengan cara seperti itu peran pasar modal sebagai penggerak roda pembangunan dan peningkat kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Pasar modal tidaklah hanya dikuasai oleh satu atau dua kelompok saja tetapi merupakan sebuah sistem yang terintegrasi untuk bergerak bersama-sama antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat.

BAHAN BACAAN

·         Frederic S.Person, 1999, “International Political Economy : conflict in global system”
·         Gayle P. W. Jackson, 2000, “Pemerintahan untuk Pasar Modern”
·         Mobius,1998, “on Emerging Market”
·         www.wto.org

PENGANTAR

Dampak positif   dari  reformasi total di  Indonesia, telah  melahirkan UU No.  22 Tahun   1999  tentang Pemerintahan  Daerah dan  UU No.  25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara  Pusat dan Daerah. Menurut UU  No.  22  Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang  kemudian diganti dengan Undang-Undang No.  32 dan 33  Tahun 2004.   Otonomi  daerah  diartik.an sebagai  kewenangan  daerah  otonom  untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan   aspirasi masyarakat setempat sesuat  dengan  peraturan perundang-undangan. Konsekuensi dari diberlakukannya undang-undang tersebut adalah beban tugas pemerintah daerah kabupaten/kota, artisipasi masyakarat semakin besar. Penggalian potensi  ekonomi daerah harus lebih   maksimal dan  digunakan dengan sebaik mungkin, untuk itu   kegiatan mulai    dari   merencanakan, mengatur, membiayai  dan mengevaluasi  terhadap segala  aktivitas harus  sesuai    dengan keinginan masyarakat dan peraturan - peraturan yang berlaku.

Langkah pemberdayaan dan penciptaan Pemerintah Daerah yang kuat berdasark:an undang-undang tersebut serta memenuhi tuntutan reformasi dan  perkembangan global. Hal    itu    dapat dilakukan  dengan  · inelakukan   peninjauan tethadap berbagai aspek  seperti kelembagaan, ketatalaksanaan, pengawa san serta  sumber daya  manusia. Peninjauan pada aspek  kelembagaan dapat  dimulai dengan pengorganisasian aparatur     pemerintah, pengembangan atau  penciutan organisasi pemerintah serta  hubungan pemerintah pusat dan daerah.

Dalam UU No. 32 Tahw 2004 disebutkan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan  dalam   seluruh bidang  pembangunan kecuali kewenangan dalam   bidang   politik  luar negeri, pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional dan    agama serta kewenangan .
Menurut Wijaya (1992) ada beberapa tolak ukur yang  dapat  digunakan untuk menilai  kemampuan daerah  da1am berotonomi, ia  membagi  dalam  beberapa variabel,    diantaranya   adalah   kemampuan .            Pendapatan Asli Daerah/keuangan.
Hal yang dikemukakan oleh Wijaya tersebut  sangat  relevan dengan kondisi  saat ini, karena  dalam pelaksanaan  kegiatan pemerintah dan  pembangunan, Pemerintah Daerah memerlukan dana yang sangat besar. Dalam. .UU_ No.  32  Tahun   2004  Tentang Perimbangan Keuangan  Antara Pemerintah Pusat daan  Pemerintah Daerah   disebutkan· penyelenggarakan   urusan  Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai APBD yang salah satu sumbemya pendapatan asli daerah  dimana unsur  utamanya   adalah  pajak   daerah. Kondisi  sekarang sangat   berbeda,  dimana dana  alokasi  bantuan  pemerintah pusat dalam bentuk  Dana  Alokasi  Umum  (DAU) dan Dana  Alokasi  Khusus  (DAK) tidak sebesar seperti pada anggaran  pemerintahan orde baru,  untuk hal itu kemampuan daerah menggali hasil potensi keuangan dan ekonominya benar-benar diperlukan.
Kondisi   ini  sesuai   dengan  hakekat serta  ciri  dari  daerah  otonom  yakni kemampuan dari keuangan daerah,  artinya daerah  harus  memiliki   kewenangan dan kemampuan untuk: menggali  sumber-sumber keuangan  sendiri,  mengelola   dan menggunakan keuangan sendiri  yang cukup memadai  untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya sehingga Pendapatan Asli  Daerah   (PAD)   harus   menjadi   bagian sumber   keuangan   terbesar, yang  didukung oleh  kebijaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat dalam sistem pemerintahan negara kesatuan.
Berdasarkan hal-hal ·tersebut dapat dikemukakan bahwa jenis-jenis pajak daerah apa saja yang  menjadi sumber  pendapatan daerah  kabupaten/kota,dan sampai  seberapa besar kontribusi pajak daerah sebagai pendapatan   daerah  pemerintah kabupaten/kota., serta  langkah-langkah apa saja yang sebaiknya  dilakukan dalam peningkatan pajak daerah.
PAJAK DAN PAJAK DAERAH SERTA OTONOMI DAERAH

Pajak Daerah

pajak  merupak:an. salah  satu  sumber penerimaan  negara  yang terbesar diharapkan  dapat membantu  pembiayaan kegiatan-kegiatan pemerintah terutama dalam  membiayai kegiatan-kegiatan rutinnya.Mengenai pajak daerah seperti di rumuskan  oleh  Kaho (1997) sebagai pajak negara yang  diserahkan  kepada daerah untuk dipungut berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hokum publik.

Jadi dapat dikatakan bahwa ciri­ciri pajak daerah , terdiri dari :
1.      Pajak  daerah  berasal   dari  negara yang diserahkan  kepada daerah sebagai pajak daerah.
2.      Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang.
3.      Pajak  daerah  dipungut oleh  daerah berdasarkan kekuatan undang­ undang dan atau  peraturan hukum lainnya.
4.      Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk  membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai       pengeluaran daerah sebagai badan  hukum publik (Kaho,1997 ).





Otonomi Daerah

Secara sederhana Mawhood dalam Hidayat  (2000) mendefinisikan otonomi daerah sebagai “a freedom  which is assumed by alocal government in both making implementing its own decisions”. Selanjutnya menurut Hidayat dalam konteks Indonesia, otonomi daerah didefinisikan sebagai  hak, wewenang dan tanggung  jawab daerah  untuk  mengatur rumah tangganya sendiri. Menurut UU No.32  Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah  adalah  hak,  wewenang,  dan  kewajiban  daerah otonom  untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangan – undangan. Dapatlah             dikemukakan   bahwa otonomi daerah adalah hak  dan kewenangan   untuk   mengatur   dan mengurus  rumah  tangganya  sendiri.  Hak dan kewenangan untuk mengatur    dan mengurus rumah tangga inilah sebagai bentuk otonomi  daerah. Sehingga otonomi daerah  merupakan  kewenangan untuk mengatur  dan dan mengurus rumah tangga  daerah.  Urusan  rumah tangga daerah adalah urusan yang timbul dari prakarsa daerah, dilaksanakan oleh aparatur daerah dan dibiayai dengan pendapatan daerah yang bersangkutan. Berbicara  tentang  otonomi  daerah, tidaklah logis  kalau  tidak  membicarakan desentralisasi karena kedua pengertian ini sangat erat hubungannya.



 
Menurut Kaho (1982), desentralisasi diartikan  sebagai  suatu  sistem  dalam mana  bagian  dan tugas-tugas negara diserahkan penyelenggaraanya kepada organ yang sedikit banyak mandiri (independen). Organ yang  mandiri  ini wajib _atau wewenang  melakukan tugas  atas inisiatif sendiri dan menurut kebijaksanaan sendiri  yang penting bagi organ yang disentralisasikan ialah  bahwa  ia  mempunyai  sumber­ sumber keuangan sendiri  untuk membiayai pelaksanaan tugasnya sendiri.

Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang       Pemerintahan Daerah, desentralisasi adalah penyerahan wewenang  pemerintahan oleh Pemerintah kepada  daerah otonom untuk  mengatur dan   mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka dapat dikatakan bahwa desentralisasi dan otonomi  daerah sangat erat hubungannya karena, dari sisi Pemerintahaan Pusat  yang  dilihat  adalah penyelenggaraan   desentralisasi, sedangkan dari  sisi Pemerintah Daerah adalah  penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga  dapatlah  dinyatakan diantara keduanya  ibaratkan sebagai  dua sisi mata uang, sebab karena ada desentalisasi maka timbul otonomi daerah.

Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah di Indonesia, menurut Mardiasmo (2002) bahwa saat ini masih ada beberapa pihak  yang  memiliki  kesalahan pemahaman dan perbedaan persepsi mengenai otonomi  daerah. Salah satu pemahaman yang kurang tepat itu adalah pemahaman otonomi yang diartikan sebagai        "outomoney".Mereka beranggapan bahwa  otonomi    daerah berarti           pemerintah  daerah harus mencukupi kebutuhan daerahnya sendiri. Akhimya pemerintah daerah berusaha meningkatkan            PADnya setinggi­ tingginya   melalui peningkatan    pajak (menambah  jumlah jenis  pajak  dan retribusi daerah serta bagian laba BUMD). Beberapa pemerintah daerah bahkan juga meminta atas hasil BUMN  yang  ada  di daerabnya.





Beberapa Jenis-jenis Pajak Daerah

Menurut Deddy Supriady Brata Kusumah dan Dadang Soliebin (2001) bahwa  dalam   Undang-undang  No.34 Tahun 2000 telah ditetapkan Jenis-jenis pajak Propinsi dan Kabupaten /kota dari Pajak Kendaraan  Bermotor  dan  Kendaraan  di Atas Air, serta Bea Balik Nama Kendaraan  Bermotor dan Kendaraan di AtasAir.

1)      Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, yaitu pajak atas  kepemilikan dan/atau penguasaan  kendaraan  bermotor dan kendaraan di atas air. Kendaraan bermotoradalah semua kendaraan  beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang  berfungsi  untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor  yang  bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak. Kendaraan  di atas air adalah  semua kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan  lainnya  yang  berfungsi untuk mengubah suatu  sumber  daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan  bermotor yang bersangkutan yang digunakan di atas air.
2)   Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, yaitu   pajak   atas   penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas  air sebagai  akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena  jual  beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
3)   Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,yaitu pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar ang  digunak:an untuk kendaraan di atas air.
4)      Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air bawah Tanah dan Air  Permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan untuk  digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk  keperluan dasar  rumah   tangga  dan  pertanian rakyat. Air   bawah  tanah  adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas  permukaan tanah. Sedangkan air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut.
5)      Pajak Penerangan Jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa  di wilayah  Daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar  oleh Pemerintah Daerah.
6)      Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, yaitu  pajak  atas  kegiatan pengambilan Bahan Galian  Golongan C sesuai  dengan peraturan perundang­ undangan yang berlaku.
7)      Pajak   Parkir,    yaitu    pajak    yang   di kenakan atas  penyelenggaraan tempat parkir—di  luar badan jalan oleh pribadi atau badan baik yang disediakan berkaitan   dengan pokok  usaha  maupun yang  disediakan sebagai  suatu  usaha, termasuk penyediaan tempat  penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor  yang  memungut bayaran.

Selain  dari sumber  tersebut, sesuai dengan  pasal 29  ayat  (4)  Undang-undang No. 34 Tahun 2000, daerah kabupaten/kota diberikan wewenang untuk menetapkan (menggali) sumber pajak daerah sendiri asal dapat memenuhi        criteria yang  telah ditentukan, yaitu :
a)      Bersifat pajak dan bukan retribusi
b)      Objek  pajak  terletak  atau  terdapat diwilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayai masyarakat di wilayah       daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
c)      Objek dan dasar pengenaaan pajak tidak berhalangan dengan kepentingan umum.
d)     Objek  pajak  bukan   merupakan   objek pajak propinsi dan/atau objek pajak pusat
e)      Potensinya memadai
f)       Tidak  memberikan dampak  ekonomi yang negative
g)      Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat dan
h)      Menjaga kelestarian lingkungan

Berkaitan dengan penetapan kelayakan suatu pajak, menuruf·Devas (1989) ada sejumlah kriteria yang harus dipertimbangkan untuk menilai pajak daerah tersebut layak atau tidak,yaitu:

Pertama, berdasarkan hasil,yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak terhadap biaya  pelayanan  yang  diberikan,  stabilitas  dan  mudah  tidaknya memperkirakan besarnya hasil yang akan didapat oleh pemerintah daerah. Elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertambahan penduduk dan perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut.

Kedua, keadilan (equity), maksudnya dasar penetapan  pajak  dan kewajiban  membayar bagi wajib pajak harus jelas, jangan sampai beban  pajak  dikenakan  sekehendak pemerintah daerah. Adil juga dalam arti horizontal   dan vertikal maksudnya  tidak membedakan beban pajak pada suatu daerah dengan daerah lain.

Ketiga,  Prinsip efisiensi ekonomi, maksudnya beban pajak jangan sampai menjadi penghambat para produsen berhenti berproduksi  atau mengalihkan  bidang usahanya atau bagi konsumen mengurangi konsumsi atau beralih ke barang altematif lainnya.

Keempat,  kemampuan  menerapkan  undang­ undang atau peraturan perpajakan harus mendapat dukungan secara politis dan administrasi yang baik.

Kelima, kesesuaian beban pajak tertentu sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.  Prinsip  ini  menekankan kejelasan kepada daerah mana suatu beban pajak harus dibayar oleh wajib pajak. Jadi jelas tempat terakhir dimana pajak.  itu   harus   dibayar, sehingga  wajib  pajak  tidak  mudah menghindar  atau  pindah  kedaerah  lain. Hal ini dimaksudkan supaya tidak menimbulkan konflik horizontal  antar  daerah  yang· mungkin terjadi.

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN DAERAH

Pemerintah kabupaten /kota dapat meningkatkan pemungutan pajak daerahnya, dengan menempuh cara melalui:
1.      Upaya meningkatkan  penerimaan pajak
2.      Melalui intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap  jenis-jenis  pajak  tertentu, antara lain dengan memberi kemudahan lapangan usaha baru.
3.      Peranan appraisal/evaluation terhadap aset-aset daerah.
4.      Fungsi budgeter dari penerimaan pajak untuk  membiayai  kegiatan  yang produktif

Berkaitan ekstensifikasi pajak daerah, Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa walaupun pemerintah daerah di mungkinkan untuk menambah jenis pajak lain diluar yang telah diatur dalam UU No.34 Tahun 2000 dengan Peraturan Daerah, sebaiknya tidak menambah jenis pajak daerah baru. Jika mau..menambah pungutan hendaknya yang bersifat retribusi. Ini didasarkan atas beberapa pertimbangan:
1.      Pungutan retribusi langsung berhubungan dengan masyarakat pengguna layanan publik         (public service).Peningkatan retribusi secara otomatis akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan public karena masyarakat tentu tidak mau membayar   lebih tinggi bila pelayanan yang diterima sama saja kualitas dan kuantitasnya.  Dengan demikian kinerjanya dalam memberikan pelayanan publik.
2.      Investor akan lebih bergairah melakukan investasi          didaerah apabila terdapat kemudahan sistem perpajakan didaerah. Penyederhanaan sistem perpajakan di daerah perlu dilakukan misalnya melalui penyederhanaan tariff dan jenis pajak daerah.

Selanjutnya Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD namun tidak membebani masyarakatnya adalah dengan cara menjadikan  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)  sebagai  pajak  daerah.  Pada Kebanyakan Negara, PBB (Property tax) merupakan pajak daerah. Menurut Devas (1989), di kebanyakan Negara property tax menyumbang  lebih  dari  separuh  PAD nya. Jika   PBB   dapat dijadikan pajak daerah, maka pemerintah daerah akan mendapatkan pendapatan  pajak  daerah  yang  besar sehingga nantinya pemerintah daerah tidak perlu lagi mengurusi pajak-pajak yang kecil nilainya Juga pemerintah daerah dapat menarik investor berinvestasi didaerahnya dengan memberikan insentif PBB misalnya berupa pemberian local tax holiday kepada investasi baru.

Selanjutnya Mardiasmo menyatakan bahwa upaya lain yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD adalah memperbaiki sistem perpajakan daerah, jika  pemerintah daerah dapat memiliki sistem perpajakan daerah yang memadai, maka daerah dapat menikmati pendapatan dari sektor pajak yang cukup besar.



BAHAN BACAAN

·         Bawazir,Ac hmad,1998, Evaluasi Pelaksanaan Kebijaksanaan Uji Coba Otonomi Daerah ; Suatu Kasus di  Pemerintahan Daerah II Kabupaten Sidoarjo, Tesis : Program Pasca sarjana Universitas Brawijaya.
·    Brotodiharjo, Santoso, R, 1991, Pengantar Hukum Pajak, Eresco, Bandung.
·        Devas,Nick dkk, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, VI-Press, Jakarta.
·        Halim,Abdul,2004,BungaRampai Manajemen Keuangan Daerah,UPP AMP YKPN, Jogyakarta
·        Hidayat,Syarif,2000,Refleksi Realita Otonomi Daerah dan Tantangan Kedepan, Pustaka Quantum Jakarta.
·         Kaho,Riwu,1982, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan daerah di Indonesia, Bina Aksara,  Jakarta.
Mardiasmo,2002, Otonomi dan Manajemen Pembangunan Daerah,Andi Yogyakarta.